Perencanaan Agregat

NAMA : Ade Shally Afdhila

NPM    : 1901150010036

MK       :  Manajemen Operasional II

Kelas    : 01

 

Pengertian perencanaan Agregat

Rencana agregat berarti menggabungkan dua sumber daya yang sesuai ke dalam istilah-istilah yang lebih umum dan menyeluruh.

Aggregate Planning (AP) adalah suatu aktivitas operasional untuk menentukan jumlah dan waktu produksi pada waktu dimas yang akan datang. AP juga didefinisikan sebagai usaha untuk menyamakan antara supply dan demand daru suatu produk tau jasa dengan jalan menentukan jumlah dan waktu input, transformasi, dan output yang tepat.

Perencanaan agregat (aggregate Planing) juga dikenal sebagai penjadwalan agregat adalah suatu pendekatan yang biasanya dilakukan oleh para manajer operasi untuk menentukan kuantitas dan waktu produksi pada jangka menengah.

 

Pengertian Perencanaan Agregat Menurut Para Ahli

Schreder (2003:243)

Menurut Schreder, Perencanaan Agregat berkenaan dengan penyesuaian tingkat penawaran dan tingkatr permintaan atas output selama jangka waktu menengan yait sampai 12 bulan ke depan.

Render (2004:114)

Menurut Render, Perencanaan agregat atau penjadwalan agregat adalah suatu pendekatan untuk menentukan kuantitas dan waktu produksi pada jangka menengah (3 hingga 18 bulan ke depan).

Mohamad Syamsul Ma’arif dan Hendri Tanjung

Perencanaan agregat ini memiliki horizon waktu sekitar 12 bulan, dengan memperbarui rencana secara berkala. Tingkat permintaan agregat terdiri dari satu atau beberapa produk.

Tujuan Perencanaan Agregat

Pada umumnya, tujuan perencanaan agregat adalah memperkecil biaya pada perioda perencanaan. Adapun tujuan perecanaan agregat, diantaranya yaitu:

  • Sebagai langkah awal untuk menentukan aktifitas produksi
  • Sebagai masukan perencanaan sumber daya
  • Stabilisasi produksi dan tenaga kerja terhadap fluktuasi permintaan
  • Untuk meminimumkan biaya dengan melakukan penyesuaian terhadap perencanaan di tingkat produksi, tingkat tenaga kerja, dan tingkat persediaan, serta beberapa variabel lain yang bisa dikendalikan.

Atau tujuan perencanaan agregat dapat sebagai berikut:

1. Pengumpulan (Aggregation)

  • Berfokus pada general course of action.
  • Konsisten dengan tujuan strategik dan tujuan umum perusahaan.
  • Rencana produksi dan staffing dikelompokan menurut pengelompokan besar, produk-produk yang sejenis, jasa-jasa, unit tenaga kerja maupun unit waktu

2. Kelompok Produk (Product families)

Perusahaan kan dapat mengelompokkan produk atau jasa ke dalam kelompok-kelompok besar, dengan tujuan menghindari detail yang terlalu banyak pada tahap-tahap proses perencanaan

3. Tenaga kerja (Labor)
Perusahaan juga dapat mengelompokkan tenaga kerja melalui beberapa cara (tergantung dari fleksibilitas tenaga kerja).

4. Waktu (Time)
Waktu perencanaan ialah jangka menengah yang memiliki arti antara 3 bulan sampai dengan 18 bulan. Biasanya perencanaan ini dilakukan secara bulanan atau triwulanan.

 

Karakteristik Perencanaan Agregat

Adapun karakteristik atau ciri-ciri perencanaan agregat, diantaranya yaitu:

  • Dinyatakan dalam kelompok produk atau famili (aggregate);
  • Satuan unit tergantung jenis produk (ton, liter, kubik, jam mesin atau jam orang);
  • Satuan unit dikonversikan ke bentuk satuan rupiah;
  • Setelah satuan unit ditetapkan maka factor konversi juga harus ditetapkan;
  • Horizon perencanaan cukup panjang (5 tahun).

Fungsi Perencanaan Agregat

Adapun fungsi perencanaan agregat, diantaranya yaitu:

  • Alat komunikasi antara managemen teras (top management) dan manufaktur;
  • Pegangan untuk merancang jadwal induk produksi;
  • Menjamin rencana penjualan dan rencana produksi konsisten terhadap rencana strategis perusahaan;
  • Sebagai alat ukur performansi proses perencanaan produksi;
  • Menjamin kemampuan produksi konsisten terhadap rencana produksi;
  • Memonitor hasil produksi aktual terhadap rencana produksi dan membuat penyesuaian.
  • Mengatur persediaan produk jadi untuk mencapai target produksi dan rencana strategis.
  • Mengarahkan penyusunan dan pelaksanaan jadwal induk produksi.

 

Sifat Perencanaan Agregat

Perencanaan agregat menurut istilah agregat berarti mengombinasikan sumber daya yang sesuai ke dalam jangka waktu keseluruhan.

Dengan prediksi permintaan, kapasitas fasilitas, tingkat persediaan, ukuran tenaga kerja, dan input yang saling berhubungan, perencana harus memilih tingkat output untuk suatu fasilitas selama 3-18 bulan yang akan datang.

Dalam perencanaan agregat, rencana produksi tidak menguraikan per produk namun menyangkut berapa banyak produk yang akan dihasilkan tanpa mempermasalahkan jenis produk tersebut.

Sebagai contohnya yaitu pada perusahaan pembuat mobil, hanya memperhitungkan berapa banyak mobil yang akan dibuat, namu bukan berapa banyak mobil dua pintu atau empat pintu atau berapa banyak mobil berwarna merah atau biru.

Strategi Perencanaan Agregat

1. Tipe Strategi Pilihan Kapasitas

  • Mengubah Tingkat Persediaan – Para manajer dapat meningkatkan persediaan selama perioda permintaan rendah untuk memenuhi permintaan yang tinggi di masa datang. Jika strategi tersebut dipilih, maka biaya yang berkaitan dengan penyimpanan, asuransi, penanganan, keusangan, pencurian, dan modal yang di investasikan akan meningkat. Pada umumnya, biaya tersebut berkisar 15-40 % dari nilai barang setiap tahunnya. Di sisi lain, saat perusahaan memasuki masa dimana permintaan terus meningkat, maka kekurangan yang terjadi bisa mengakibatkan penjualan yang hilang disebabkan lead-time yang lebih panjang dan pelayanan pelanggan yang lebih buruk.
  • Meragamkan Ukuran Tenaga Kerja Dengan Cara Mengkaryakan atau Memberhentikan – Hal ini diberlakukan untuk menyesuaikan tingkat produksi. Seiring karyawan baru membutuhkan pelatihan dan rata-rata produktivitas menurun untuk sementara sehingga mereka menjadi terbiasa. Pemberhentian atau PHK, tentu saja menurunkan moral semua pekerja dan bisa mendorong ke arah produktivitas yang lebih rendah.
  • Meragamkan Tingkat Produksi Melalui Lembur atau Waktu Kosong – Terkadang tenaga kerja bisa di jaga tetap konstan dengan meragamkan waktu kerja yang bermacam-macam, mengurangi banyaknya jam kerja saat permintaan rendah dan menambahi jam kerja saat permintaan naik. Sekalipun begitu saat permintaan sedang tinggi, terdapat keterbatasan seberapa banyak lembur yang bisa dilakukan. Upah lembur membutuhkan lebih banyak uang, dan terlalu banyak lembur bisa membuat titik produktivitas pekerja secara keseluruhan merosot. Lembur juga bisa menyiratkan naiknya biaya overhead yang dibutuhkan untuk menjaga agar fasilitas bisa tetap berjalan. Disisi lain, pada saat permintaan menurun, perusahaan harus menyerap waktu kosong pekerja yang biasanya merupakan proses yang sulit.
  • Subkontrak – Suatu Perusahaan bisa mendapatkan kapasitas sementara dengan melakukan subkontrak pekerjaan selama perioda permintaan tinggi. Akan tetapi, subkontrak ini memiliki beberapa kekurangan diantaranya mungkin mahal; membawa resiko dengan membuka pintu klien bagi pesaing dan seringkali susah mendapatkan pemasok subkontrak yang sempurna, yang selalu dapat mengirimkan produk bermutu tepat waktu.
  • Penggunaan Karyawan Paruh Waktu – Karyawan paruh waktu bisa mengisi kebutuhan tenaga kerja tidak terampil.

2. Tipe Strategi Pilihan Permintaan

  • Mempengaruhi Permintaan – Saat permintaan rendah, perusahaan bisa mencoba untuk meningkatkan permintaan melalui iklan, promosi, kewiraniagaan, dan potongan harga. Contohnya AC pendingin udara paling murah dijual pada waktu musim dingin. Bagaimanapun, bahkan iklan khusus, promosi, penjualan, dan penetapan harga tidak selalu mampu menyeimbangkan permintaan dengan kapasitas produksi.
  • Tunggakan Pesanan Selama Perioda Permintaan Tinggi – Tunggakan pesanan merupakan pesanan yang diterima perusahaan namun tidak mampu (secara sengaja atau kebetulan) untuk dipenuhi pada saat itu. Jika pelanggan mau menunggu tanpa kehilangan kehendak baik mereka ataupun pesanannya, tunggakan pesanan adalah strategi mungkin untuk dijalankan. Banyak perusahaan melakukan tunggakan pesanan, namun pendekatan tersebut sering mengakibatkan hilangnya penjualan.
  • Bauran Produk yang Counterseasonal  Suatu teknik penghalusan yang secara luas digunakan para manufaktur adalah mengembangkan sebuah bauran produk yang terdiri dari barang counterseasonal. Bagaimanapun, perusahaan yang mengikuti pendekatan tersebut dapat mendapati diri mereka terlibat dengan produk di luar target pasar mereka.

 

 



 

Gambar di atas memperlihatkan bahwa dalam membuat rencana agregat untuk produksi, manajer operasi tidak hanya menerima input mengenai prediksi permintaan dari bagian pemasaran, tetapi harus pulaberhadapan dengan data keuangan, personel (tenaga kerja), persediaan

 

kapasitas eksternal (subkontraktor), dan ketersediaan bahan baku/mentah. Didalam sebuah lingkungan manufaktur, proses untuk menguraikan rencana agregat secara lebih terinci disebut disagregasi (disagregation). Disagregasi menghasilkan sebuah jadwal produksi induk (master production schedule),yang menyediakan input bagi system perencanaan kebutuhan material(material requirement planning-MRP system). Master production schedule menangani pembelian atau produksi komponen yang diperlukan untuk membuat produk akhir. Jadwal kerja yang terinci bagi orang-orang dan prioritas penjadwalan bagi produk menghasilkan tahap akhir system perencanaan produksi.

 

Biaya yang Terlibat Dalam Perencanaan Agregat

Biaya-biaya yang terlibat dalam perencanaan agregat antara lain :

1.  Hiring Cost (biaya penambahan tenaga kerja)

Penambahan tenaga kerja menimbulkan biaya-biaya untuk iklan, proses seleksi dan training. Biaya training merupakan biaya yang besar apabila tenaga kerja yang direkrut adalah tenaga kerja yang belum berpengalaman.

2.    2.  Firing Cost (Biaya pemberhentian tenaga kerja)

 Pemberhentian tenaga kerja biasanya terjadi karena semakin rendahnya permintaan akan produk yang dihasilkan, sehingga tingkat produksi menurun dengan drastic. Pemberhentian ini mengakibatkan perusahaan harus mengeluarkan uang pesangon bagi karyawan yang di-PHK, menurunnya moral kerja dan produktivitas karyawan yang masih bekerja, dan tekanan yang bersifat social. Semua akibat ini dianggap sebagai biaya pemberhentian tenaga kerja yang akan ditanggungperusahaan.

3. Overtime Cost dan Undertime Cost (biaya lembur dan biaya menganggur)

Penggunaan waktu lembur bertujuan untuk meningkatkan output produksi, tetapi konsekwensinya perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan lembur yang biasanya 150% dari biaya kerja regular.Disamping biaya tersebut, adanya lembur akan memperbesar tingkat absen karyawan karena capek. Kebalikan dari kondisi diatas adalah bila perusahaan mempunyai kelebihan tenaga kerja dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi. Tenaga kerja berlebih ini kadang-kadang bisa  dialokasikan untuk kegiatan lain yang produktif meskipun tidak selamanya efektif. Bila tidak dapat dilakukan alokasi yang efektif, maka perusahaan dianggap menanggung biaya menganggur yang besarnya merupakan perkalian antara jumlah jam kerja yang tidak terpakai dengan tingkat upah dan tunjangan lainnya.

 

4.     4.  Inventory Cost dan Backorder Cost (biaya persediaan dan biaya kehabisan persediaan)

      Persediaan mempunyai fungsi mengantisipasi timbulnya kenaikan permintaan pada saat-saat tertentu. Konsekwensi dari kebijaksanaan persediaan bagi perusahaan adalah timbulnya biaya penyimpanan(inventory cost/holding cost) yang berupa biaya tertahannya modal,pajak, asuransi, kerusakan bahan, dan biaya sewa gudang. Kebalikan dari kondisi diatas, kebijaksanaan tidak mengadakan persediaan seolah-olah menguntungkan, tetapi sebenarnya dapat menimbulkan kerugian dalam bentuk biaya kehabisan persediaan. biaya kehabisan persediaan ini dihitung berdasarkan berapa barang diminta yang tidak tersedia. Kondisi ini pada system MTO(Make to order =Memproduksii berdasarkan pesanan) akan mengakibatkan jadwal jadwal penterahan order terlambat, sedangkan pada system MTS (make to stock =Memproduksi untuk memenuhi persediaan) akan mengakibatkan beralihnya pelanggan pada produk lain. Kekecewaan pelanggan karena tidak tersedianya barang yang diinginkan akan diperhitungkan sebagai kerugian bagi perusahaan, dimana kerugian tersebut akan dikelompokkan sebagai biaya kehabisan persediaan. Biaya kehabisan persediaan ini sama nilainya dengan biaya pemesanan kembali bila konsumen masih bersedia menunggu.

5.  Subcontract Cost (biaya subkontrak)

Pada saat permintaan melebihi kemampuan kapasitas regular,biasanya perusahaan mensubkontrakan kelebihan permintaan yang tidak bisa ditanganinya sendiri kepada perusahaan lain. Konsekuensi dari kebijaksanaan ini adalah timbulnya biaya subkontrak, dimana biasanya biaya mensubkontrakan ini lebih mahal dibandingkan memproduksi sendiri dan adanya resiko terjadinya kelambatan penyerahan dari kontraktor.

 

Strategi Perencanaan Agregat.

Terdapat delapan pilihan secara lebih terinci. Lima pilihan pertama disebut pilihan kapasitas (capacity option) atau disebut strategi perencanaan agregat secara murni (Pure Strategy) sebab pilihan ini tidak berusaha untuk mengubah permintaan tetapi untuk menyerap fluktuasi dalam permintaan. Tiga pilihan yang terakhir adalah pilihan permintaan (demand option) dimana perusahaan berusaha untuk mengurangi perubahan pola permintaan selama periode perencanaan. Strategi-strategi ini melibatkan manipulasi persediaan, nilai produksi, tingkat tenaga kerja,kapasitas, dan variabel lain yang dapat dikendalikan

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL (MRP) & ERP